Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China slot 5 ribu kembali memanas pada pertengahan tahun 2025. Setelah sempat ada harapan dengan kesepakatan gencatan senjata 90 hari di Jenewa, ketegangan kembali meningkat akibat serangkaian langkah provokatif dari kedua belah pihak. China, kali ini, tidak hanya mengkritik, tetapi juga memberikan peringatan keras kepada AS atas kebijakan yang dianggapnya merugikan.
Provokasi AS: Pembatasan Ekspor dan Visa
Pada awal Juni 2025, Presiden AS Donald Trump menuduh China melanggar kesepakatan gencatan senjata yang dicapai pada Mei lalu. Sebagai respons, AS memberlakukan pembatasan ekspor terhadap chip AI dan perangkat lunak desain chip ke China, serta mencabut visa bagi mahasiswa China. Langkah ini memicu reaksi keras dari Beijing, yang menilai tindakan tersebut sebagai diskriminatif dan melanggar prinsip kerja sama internasional .
Tanggapan Keras dari China
China tidak tinggal diam. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, menegaskan bahwa jika AS menginginkan perang—baik itu perang tarif, perang dagang, atau jenis perang lainnya—China siap “berjuang hingga akhir” . Pernyataan ini mencerminkan ketegasan Beijing dalam mempertahankan kepentingannya di tengah tekanan dari AS.
Strategi Baru China: He Lifeng dan Pendekatan Keras
Dalam menghadapi eskalasi ini, China menunjuk He Lifeng sebagai negosiator utama dalam perundingan dagang. Berbeda dengan pendahulunya, Liu He, yang dikenal lebih moderat, He Lifeng dikenal sebagai pendukung kuat kontrol negara dan siap menggunakan alat seperti pembatasan ekspor mineral langka sebagai senjata tawar dalam negosiasi .
Dampak Ekonomi Global
Ketegangan ini tidak hanya memengaruhi hubungan bilateral, tetapi juga berdampak pada perekonomian global. Pasar saham AS sempat mengalami penurunan setelah pengumuman pembatasan oleh AS, meskipun kemudian ada pemulihan. Namun, ketidakpastian yang ditimbulkan oleh perang dagang ini tetap menjadi perhatian utama para pelaku pasar.
Seruan untuk Dialog
Meskipun keras dalam sikapnya, China tetap membuka pintu untuk dialog. Presiden Xi Jinping menekankan bahwa “perang tarif, perang dagang, dan perang teknologi” bertentangan dengan tren sejarah dan hukum ekonomi, serta tidak akan menguntungkan pihak manapun . China menyatakan kesiapan untuk melanjutkan pembicaraan dan mencari solusi damai, asalkan ada rasa saling menghormati dan kesetaraan dalam prosesnya.
Kesimpulan
Perang dagang antara AS dan China memasuki babak baru yang lebih intens. Dengan pendekatan yang lebih keras dari kedua belah pihak, situasi ini menuntut perhatian serius dari komunitas internasional. Penting bagi kedua negara untuk menahan diri dan mencari jalan tengah melalui dialog konstruktif, demi menjaga stabilitas ekonomi global dan hubungan internasional yang harmonis.